“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah [9]: 111)
Tampaknya menjadi pembenaran bahwasanya, hidup dan kehidupan bukanlah mutlak untuk makhluk itu sendiri. Allah Yang Maha Pencipta, dalam beberapa firman-Nya telah mendeklarasikan bahwa kehidupan ini adalah mutlak bagi eksistensi Allah semata. Sistem punish dan reward yang Allah tawarkan dalam kehidupan ini telah menjadi hal yang tidak terbantahkan, dengan tujuan penghambaan makhluk bagi-Nya. Ada neraka dan juga ada syurga, dan keduanya memiliki peta-peta yang jelas untuk mangerah kesana sebagai bagian kemutlakan eksistensi kehidupan ini. “Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu.”
Hidup adalah pilihan
Banyak pilihan dalam hidup ini ada pria ada juga wanita. Ada kebaikan ada kejahatan. Ada kanak-kanak ada juga kedewasaan. Pilihan. Demikianlah kehidupan ini, senantiasa mementaskan lakon-lakon dengan pilihan. Pada dasarnya kehidupan ini, ber-sekenario-kan dua pilihan saja, dengan kontekstualnya masing-masing. Dan ternyata nilai nisbi dalam kehidupan ini didasari oleh pilihan. Lihatlah, betapa jenis kelamin adalah takdir dengan pilihan-Nya, namun manusia dengan keegoannya mampu merubah pilihan tersebut, yang wanita berupaya agar menjadi pria dengan sikap tomboinya. Atau pria dengan pilihan kesadarannya memilih menjadi waria. Ya, sebab hidup adalah pilihan.
Namun sesungguhnya pilihan tersebut tidak lain adalah ujian yang Allah datangkan kepada manusia. Kita sadar bahwa kehidupan ini, telah Allah rancang sedemikian rupa sehingga nilai keberuntungan manusia justru terletak pada pilihan yang sifatnya fitrah (baca: iman dan islam). Sebab keselarasan kehendak Allah dengan kehidupan manusia terletak pada nilai fitrah. Dan ketaatan kepada Allah adalah fitrah
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. al-Baqarah [2]: 214)
Orang-orang yang mempertahankan pilihannya pada nilai fitrah, sesungguhnya dia telah mendapatkan nikmat itu sendiri. Sungguh manusia yang beruntung adalah manusia yang Allah berikan kemudahan menemukan pilihan fitrahnya.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. al-Fatihah [1]: 6-7)
Nikmat itu bernama fitrah
Tidak semua manusia mendapatkan nikmat ini, oleh sebab itu risalah yang dibawa Rasulullah memuat juga juklak agar manusia mendapatkan nikmat tersebut. Yaitu dengan berikhtiar optimal untuk mendapatkannya. Ada juga prosesi-prosesi ikhtiar tersebut dilakukan oleh orang kedua, proses tersebut disebut dakwah.
Disadari atau tidak peradaban telah menggariskan bahwa akan tetap berseteru antara kebatilan dan kabajikan. Tidak jarang perseturuan ini telah membuat banyak korban peradaban: kekufuran, kemurtadan, kehinaan, dan kemaksiatan. Serta menjauhkannya manusia dari unsur-unsur hakiki kenikmatan yang Allah janjikan.
Keniscayaan dalam peran serta manusia untuk mengikutsertakan (baca berdakwah) manusia lainnya dalam menikmati kenikmatan adalah pilihan juga. Telah Allah janjikan, bagi orang-orang yang turut mengikutsertakan manusia lainnya dalam rangka mendapatkan nikmat dan mempertahankannya, berupa surga yang di bawahnya mengalir sungai.
Inilah Jalanku
Imam as-Syahid Hasan al-Banna telah menyampaikan pesannya sebagai berikut:
”Jadilah kamu sebagai manusia seperti pohon mangga. Orang-orang melemparinya dengan batu. Tetapi dia membalasnya dengan melemparkan dengan buahnya.
Wahai ikhwanul muslimin, anda beramal hanya untuk dua tujuan: Supaya berhasil dan dapat menunaikan tugas kewajiban anda. Jika yang pertama gagal, artinya tidak ada orang menyambut seruan anda, janganlah melepaskan yang kedua, artinya anda harus tetap menunaikan kewajiban.”
"..Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”(QS. ar-Ruum [30]: 47)
Maka inilah ikrarku:
”Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan. Dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata untuk Allah, Tuhan alam semesta, tiada sesuatu pun yang menyekutukan-Nya.”
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yusuf [12]: 108)
Allahu ghoyatuna, Muhammad qudwatuna, al-Qur’an dusturuna, al-Mautu fi sabilillah asma ama nina.
Wallahu a’lam.
Saturday, November 18, 2006
INILAH JALANKU
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment