Monday, July 16, 2007

Mengulang (kebaikan)

Ketakutan seringkali membuat potensi terkunci, hingga suatu yang pasti berganti.
Keberanian seringkali membuat luput beberapa hal yang rinci, yang pada akhirnya berbuahkan kecerobohan.

Roda yang berputar tidak akan selamanya berputar, ada masa dia akan berhenti; Jika dia terus berhenti, maka tidak patut disebut roda berputar. Tidak berfungsi dan hilang fungsi adalah dua hal yang berbeda.

Sumber penghidupan kita adalah adanya silih bergantinya suatu kondisi dan masa, dan tetaplah yakin bahwa kehidupan ini hanyalah pengulangan-pengulangan dengan tampilan dan masa yang berbeda.

Air yang mengalir laut, pada masa tertentu dia akan terhempas terik dan angin yang kelak membuat dia kembali pada kondisi semula. Awan, hujan, mata air, sungai, kembali ke laut. Pengulangan.

Orang yang tidak berani menghadapi kehidupan adalah orang telah merasa dirinya terhimpit masa yang sempit, padahal kehidupan adalah pengulangan. Lahir, kanak-kanak, remaja,dewasa,tua,mati, dan kemudian ada kelahiran generasi baru. Walaupun bukan pengulangan dirinya sendiri, tapi ada orang lain yang pernah melakukan peran yang persis sama: makan,tidur,bekerja,nikah,dan seterusnya-dan seterusnya.

Bumi yang berrevolusi adalah bumi yang bergerak (berulang), menjadi salah satu inti bagi kehidupannya, terjadi dari pengulangan-pengulangan perputaran. Jika sedetik saja berhenti, maka kehancuranlah baginya dan bagi semuanya. Terus berputar dan terus berulang hingga kadaluarsanya.

Inilah kehidupan, dengan teoremanya. Dihimpun dari berbagai pengulangan untuk menuju pemberhentian. Maka ketika masa pemberhentian itu belum tiba, teruslah mengulang ! Tapi berulanglah dengan sifatnya yang fitrah. Bukan, bukan seperti keledai.

Air yang menetes berulang mampu membuat cekung -bahkan lubang- di atas batu yang keras, sebab berulang.

Jika kemungkaran terus berulang dengan variaannya, mengapa melakukan kebaikan tidak mau berulang?!

Kesetiaan

Kesetiannya akan menemukan muaranya. Pasti! Lambat ataupun cepat. Hasil dari kesetiaan tidak akan berbohong. Dan jika ada pengkhianatan-pengkhianatan, barangkali itu hanya cobaan yang mesti dihadapi. Namun pada dasarnya, kesetiaan memiliki tabiat akhirnya sendiri.

Kesetiaan adalah bentuk lain dari kesabaran. Keduanya mengarah pada muara yang sama yaitu kecintaan yang mendalam.

Tidak peduli, apa atau siapa yang kita setiai, yang jelas kesetiaan selalu menuntut kesempurnaan proses. Seperti halnya hari ini, saat aku memasuki musholla kampus ada secarik undangan pernikahan tertempel di papan informasi musholla; al-akh Arief Hudaya telah menemukan buah dari kesetiaannya. Akan meminang bidadari yang kelak menemaninya untuk menjalani kesetiaan yang lain, yang lebih hakiki

Barakallahu laka wabaroka 'alaika wajama'a bainakuma fikhoir..."

Alangkah indahnya kesetiaan, apalagi setia pada keistiqomahan; setia pada kesucian dan mahabbah yang benar. Kesetiaan yang demikianlah yang kelak perlabuhannya pada yang hakiki.

Sekali lagi: "Barakallahu laka wabaroka 'alaika wajama'a bainakuma fikhoir..."
Sebab dia menambatkan kesetiaan pada sisi yang benar:
"Barakallah ya akhi..."

Semoga kesetiaan antum hingga dan mengantarkan antum ke Jannah yang dijanjikan.

(detik-detik berguncangnya arasy, akad nikah al-akh Arief Hudaya 17 Juli 2007)