“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. ali-'Imran [3] : 104)
Dakwah adalah usaha mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan pengajaran yang baik sehingga manusia mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, yang bertujuan untuk merubah kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam. Dakwah tidak terbatas kepada kalangan tertentu saja, dan juga tidak terbatas kepada orang Islam saja. Akan tetapi dakwah harus tertuju kepada seluruh manusia di manapun mereka berada, di kota, di desa, bahkan di ujung gunung, di tengah hutan, di pulau terpencil, jika masih ada manusia, maka dakwah harus disampaikan ke tempat tersebut, sehingga mereka mengenal dan beriman kepada Allah, Tuhan yang telah menciptakan manusia, Penguasa alam semesta. Selanjutnya mau tunduk dan patuh melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Manusia yang didakwahi di bawa ke jalan Allah yaitu Islam. Dakwah tidak mengajak manusia kepada kelompok atau organisasi dan tidak juga kepada pribadi. Terjadinya perselisihan dan persaingan dakwah yang tidak sehat, sering disebabkan adanya ta’asub kepada kelompok atau organisasi tetapi tidak ta’asub kepada Islam. Mementingkan kelompok atau organisasi dibandingkan Islam. Inilah yang menyebabkan perpecahan di kalangan ummat Islam, baik tokohnya maupun pendukungnya yang fanatik, mereka saling sikut-saling sikat, saling geser-saling gusur, saling tunjuk-saling tonjok. Padahal kelompok dan organisasi hanyalah wadah untuk kita berkumpul dalam rangka mengamalkan dan memperjuangkan Islam di muka bumi ini. Prinsip dakwah Islam adalah melakukan pendekatan dakwah Islamiyyah qabla jam’iyyah (mengenalkan Islam sebelum mengenalkan jama'ah/organisasi), bukan dakwah jam’iyyah qabla Islamiyyah (mengenalkan jama'ah/organisasi sebelum mengenalkan Islam).
"Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap memelajarinya." (QS. ali-‘Imran [3]: 79).
Sayyid Quthb di dalam Fii Zhilaalil Qur’an (di bawah naungan al-Qur’an), ketika menafsirkan ayat di atas mengemukakan:
"Seorang nabi pasti meyakini bahwa dirinya adalah hamba sedangkan Allah adalah Tuhan yang patut disembah. Dia tidak mungkin mengklaim bahwa dirinya ada sifat ketuhanan yang mengharuskan manusia menyembahnya. Seorang nabi tidak mungkin mengatakan kepada manusia: “Sembahlah aku disamping Allah.” Tapi, dia akan mengatakan: “Jadilah kalian orang-orang Rabbani, (yaitu mereka yang sempurna ilmu dan taqwanya kepada Allah). Sembahlah Allah semata dan ambillah dari-Nya saja sistem kehidupan." Dengan bertaqwa, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan mengembangkan ilmu tentang Al Kitab, maka seseorang akan menjadi Rabbani.”
Cara menyampaikan dakwah kepada ummat manusia harus dengan cara yang hikmah dan pengajaran yang baik. Sampaikan dakwah itu dengan tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang batil. Perhatikan dan pahami terlebih dahulu orang yang akan kita dakwahi (mad’u) terkait dengan usia, latar belakang kehidupannya, psikologi, pendidikan, status, dan lingkungannya. Dan sentuhlah jiwanya, maka akan berubahlah prilakunya.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. an-Nahl [16]: 125)
KEUTAMAAN DAKWAH
Berdakwah merupakan aktifitas dan ibadah yang mulia di sisi Allah. Dakwah merupakan amalan para Nabi, Rasul dan orang-orang yang peduli terhadap kelanjutan Risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Panji-panji dakwah harus senantiasa diusung oleh setiap pribadi muslim sehingga terwujudnya masyarakat yang beribadah kepada Allah swt saja dengan melaksanakan segala perintah-Nya serta meninggalkan segala larangan-Nya. Pekerjaan mulia ini dalam pelaksanaannya akan menghadapi tantangan dan rintangan, sebagaimana yang telah terjadi pada umat-umat terdahulu. Mereka yang berdakwah menegakkan agama Allah di permukaan bumi ini akan dituduh dan dituding sebagai orang gila, fundamentalis, ekstirimis bahkan sekarang dikatakan sebagai teroris. Apakah kita akan lari dari dakwah? Atau meninggalkan para da’i melakukan dakwahnya sendiri? Saya yakin jawabannya adalah: TIDAK!
Rasulullah pernah didatangi oleh pembesar-pembesar Quraisy yang kafir, tujuannya mengajak kompromi Rasulullah saw agar menghentikan dakwahnya. Dan sebagai kompensasinya Rasul saw akan diberikan wanita yang tercantik di tanah Arab, harta yang banyak dan tahta atau kedudukan yang mulia di tengah-tengah masyarakat Arab. Apakah Rasul saw menerima tawaran tersebut? Tidak, sekali lagi tidak! Karena dakwah adalah tugas para Nabi dan Rasul, amalan yang mulia di sisi Allah dan ganjarannya sangat besar bagi siapa saja yang melakukannya. Sekiranya matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan diletakkan di tangan kiriku agar aku menghentikan dakwah, maka aku tidak akan menghentikannya, begitulah ungkapan Rasulullah saw.
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS: Fushshilat [41]: 33)
"Barangsiapa yang menunjukkan ke arah kebaikan, maka ia berhak memperoleh pahala seperti pahala yang melakukannya.” (HR. Muslim)
"Barangsiapa mengajak pada petunjuk maka ia berhak mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya, tidak dikurangi dari pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa yang mengajak pada kesesatan maka ia berhak memikul dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
"Demi Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui kamu itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” (HR.Muttafaqun ‘alaih).
IMUNITAS BERDAKWAH
Para da’i dan pendukung dakwah dapat mengalami degradasi di dalam perjalanan hidupnya bersama dakwah. Dan tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan berhenti dan terpental bahkan kontra terhadap dakwah. Untuk menghindari itu semua, diperlukan beberapa hal yang harus dimiliki dalam berinteraksi dengan dakwah, yaitu:
Pertama, Ikhlash.
Ikhlash adalah menghadapkan amal dan mendekatkan diri kepada Allah semata, tiada sedikitpun terdapat unsur riya’ dan sum’ah (memperdengarkan amal kepada orang lain) di dalamnya, dan tidak pula untuk meraih maksud dan tujuan yang semu, dan tidak pula dibuat-buat (pura-pura), tetapi hanya mengharap pahala dan balasan Allah, dan takut akan adzab-Nya serta ingin mendapatkan ridha-Nya.
Niat yang ikhlash karena Allah dalam berdakwah akan memberikan kenikmatan yang tiada terhingga. Dunia akan terasa luas, yang berat akan menjadi ringan, yang jauh dapat menjadi dekat, yang sukar akan menjadi mudah, yang sedikit akan terasa banyak, tidak ada rasa kecewa di dalam hati. Jika ikhlash sudah menjadi dasar dalam setiap aktifitas dan amal setiap insan (al-Ikhlashu mabda-una), maka kita akan semangat melakukan dakwah dan itu dilakukan tanpa mengharapkan materi dan pujian, kecuali ridha Allah semata. Sebaik-baik balasan adalah balasan yang datang dari Allah, sebaik-baik pemberian adalah pemberian yang datang dari Allah. Sebaik-baik pujian adalah pujian yang datang dari Allah.
Ikhlash merupakan tanda orang beriman yang baik, ruh amal seorang dai, dan puncak dari kecintaan seorang hamba kepada Khaliknya, Allah swt.
Kedua, Ihsan.
Suatu hari Rasulullah saw yang sedang duduk bersama para sahabat didatangi oleh seorang laki-laki yang sangat putih bajunya dan sangat hitam rambutnya. Dia bertanya kepada Rasul saw tentang iman, islam dan ihsan. Ketika dia bertanya tentang ihsan, maka Rasul saw menjelaskan bahwa ihsan adalah Anda menyembah Allah seolah-olah anda melihat-Nya. Meskipun anda tidak melihat-Nya, Dia melihat anda. (HR.Muslim).
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa setiap muslim apabila melakukan suatu amal/aktifitas terutama dakwah sesuai dengan konsep ihsan, maka dia akan ikhlash dalam niatnya (lillahi ta’ala), rapi dalam amalnya (itqaanul ‘amal) dan akan menyelesaikan amal tersebut dengan tuntas (jaudatul adaa-i) secara baik dan benar. Sehingga ketika berdakwah, dia akan melakukan dengan sepenuh hati dan tidak akan berhenti di tengah jalan. Sikap ini akan memberikan pengaruh yang besar kepada umat secara menyeluruh, umat akan bersimpati dan kagum terhadap setiap da'i dan para aktifis dakwah yang ihsan dalam melakukan aktifitasnya.
Ketiga, Istiqamah.
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah“ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat [41]: 30)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan :”Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) berduka cita." (QS. al-Ahqaaf [46]: 13)
Pada dua ayat di atas, kita dapat mengetahui bahwa orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, diucapkan dengan lisan, diyakini dengan hati, dan diamalkan dalam perbuatan. Akan menghasilkan seorang yang istiqamah dalam agama dan perjuangannya. Orang yang istiqamah akan berani (syajaa-‘ah) menghadapi tantangan dan rintangan yang sengaja disebar oleh orang-orang kafir atau munafik. Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam dirinya ketika menghadapi orang-orang yang zhalim. Dia hanya takut kepada Allah saja. Orang yang istiqomah akan tenang dan tidak gelisah ketika menghadapi suasana yang galau dan menakutkan, karena dia yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah akan membantu dan menolongnya ketika dalam kesulitan. Selain itu, orang yang istiqomah akan senantiasa optimis (tafaa-ul) dalam setiap perjuangannya khususnya dalam berdakwah. Dia yakin bahwa dakwah yang sedang dilakukan akan berhasil dengan baik selama tetap berada dalam manhaj para nabi dan rasul. Mungkin dia belum merasakan hasilnya dari dakwah yang dilakukan selama ini, dia tetap optimis suatu ketika buah dakwah akan bermunculan dengan lebatnya dan akan memberikan manfaat yang besar kepada umat. Ketahuilah bahwa usia dakwah lebih panjang dari usia kita. Wallahu a’lam bish-bishowab. [][]
(Labbaik-crew)
No comments:
Post a Comment